TARIAN DAERAH DI SELURUH INDONESIA
TARIAN DAERAH SELURUH INDONESIA
1. Tarian dari daerah Aceh (NAD)
TARI SEUDATI
Kata seudati berasal dari bahasa Arab syahadati atau syahadatain , yang berarti kesaksian atau pengakuan. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa kata seudati berasal dari kata seurasi yang berarti harmonis atau kompak. Seudati mulai dikembangkan sejak agama Islam masuk ke Aceh. Penganjur Islam memanfaatkan tarian ini sebagai media dakwah untuk mengembangkan ajaran agama Islam. Tarian ini cukup berkembang di Aceh Utara, Pidie dan Aceh Timur. Tarian ini dibawakan dengan mengisahkan pelbagai macam masalah yang terjadi agar masyarakat tahu bagaimana memecahkan suatu persoalan secara bersama. Pada mulanya tarian seudati diketahui sebagai tarian pesisir yang disebut ratoh atau ratoih, yang artinya menceritakan, diperagakan untuk mengawali permainan sabung ayam, atau diperagakan untuk bersuka ria ketika musim panen tiba pada malam bulan purnama.
Dalam ratoh, dapat diceritakan berbagai hal, dari kisah sedih, gembira, nasehat, sampai pada kisah-kisah yang membangkitkan semangat. Ulama yang mengembangkan agama Islam di Aceh umumnya berasal dari negeri Arab. Karena itu, istilah-istilah yang dipakai dalam seudati umumnya berasal dari bahasa Arab. Diantaranya istilah Syeh yang berarti pemimpin, Saman yang berarti delapan, dan Syair yang berarti nyayian.
Tari Seudati sekarang sudah berkembang ke seluruh daerah Aceh dan digemari oleh masyarakat. Selain dimanfaatkan sebagai media dakwah, Seudati juga menjadi pertunjukan hiburan untuk rakyat.
ASAL USUL TARI SEUDATI
Tari Seudati pada mulanya tumbuh di desa Gigieng, Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie, yang dipimpin oleh Syeh Tam. Kemudian berkembang ke desa Didoh, Kecamatan Mutiara, Kabupaten Pidie yang dipimpin oleh Syeh Ali Didoh. Tari Seudati berasal dari kabupaten Pidie. Seudati termasuk salah satu tari tradisional Aceh yang dilestarikan dan kini menjadi kesenian pembinaan hingga ke tingkat Sekolah Dasar.
Seudati ditarikan oleh delapan orang laki-laki sebagai penari utama, terdiri dari satu orang pemimpin yang disebut syeikh , satu orang pembantu syeikh, dua orang pembantu di sebelah kiri yang disebut apeetwie, satu orang pembantu di belakang yang disebut apeet bak , dan tiga orang pembantu biasa. Selain itu, ada pula dua orang penyanyi sebagai pengiring tari yang disebut aneuk syahi.
Jenis tarian ini tidak menggunakan alat musik, tetapi hanya membawakan beberapa gerakan, seperti tepukan tangan ke dada dan pinggul, hentakan kaki ke tanah dan petikan jari. Gerakan tersebut mengikuti irama dan tempo lagu yang dinyanyikan. Bebarapa gerakan tersebut cukup dinamis dan lincah dengan penuh semangat. Namun, ada beberapa gerakan yang tampak kaku, tetapi sebenarnya memperlihatkan keperkasaan dan kegagahan si penarinya. Selain itu, tepukan tangan ke dada dan perut mengesankan kesombongan sekaligus kesatria.
Busana tarian seudati terdiri dari celana panjang dan kaos oblong lengan panjang yang ketat, keduanya berwarna putih; kain songket yang dililitkan sebatas paha dan pinggang; rencong yang disisipkan di pinggang; tangkulok (ikat kepala) yang berwarna merah yang diikatkan di kepala; dan sapu tangan yang berwarna. Busana seragam ini hanya untuk pemain utamanya, sementara aneuk syahi tidak harus berbusana seragam. Bagian-bagian terpenting dalam tarian seudati terdiri dari likok (gaya; tarian), saman (melodi), irama kelincahan, serta kisah yang menceritakan tentang kisah kepahlawanan, sejarah dan tema-tema agama.
11. Tarian dari daerah Lampung
TARI CANGGET
Tari Cangget merupakan sebuah tarian khas dari Lampung yang dipertunjukkan sebagai salah satu ritual dalam upaca adat masyarakat Lampung. Jenis kesenian gerak berirama ini diyakini pertama kali dikenal oleh masyarakat Pepadun sebagai salah satu ritual adat dalam berbagai upacara seperti upacara sedekah bumi menjelang panen raya, upacara dalam pendirian rumah, serta upacara pelepasan seseorang yang akan berangkat ke tanah suci untuk naik haji.
Selain ditujukan sebagai pemeriah acara adat tarian Cangget pada waktu itu juga memiliki fungsi semacam ujian bagi para remaja baik lelaki maupun perempuan dalam melakukan gerakan tari sekaligus berhias diri/ bertata rias.
Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa pertunjukan Cangget tidak hanya dilakukan oleh para penari profesional melainkan dilakukan oleh para remaja baik pemuda maupun pemudi di mana acara tersebut diadakan.
Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa pertunjukan Cangget tidak hanya dilakukan oleh para penari profesional melainkan dilakukan oleh para remaja baik pemuda maupun pemudi di mana acara tersebut diadakan.
Sebagian orang berpendapat bahwa dalam kesempatan ini para remaja senantiasa menunjukan kepiawaiannya baik dalam menari maupun bersolek karena penilaian masyarakat khususnya para orang tua sering dilakukan terhadap mereka dalam acara ini. Melalui gerakan serta cara bersolek mereka setidaknya para orang tua dapat menilai kehalusan budi pekerti, ketangkasan dalam bertahan hidup/ berusaha serta kepiawaian dalam berdandan apakah sudah menunjukkan kedewasaan atau belum.
Seiring perkembangan zaman tepatnya pada masa pendudukan Jepang di Indonesia 1942 tarian ini mulai dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu hiburan. Mulanya berkembang hingga ke wilayah Sebatin dan meluas ke seluruh wilayah Lampung.
Seiring perkembangan zaman tepatnya pada masa pendudukan Jepang di Indonesia 1942 tarian ini mulai dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu hiburan. Mulanya berkembang hingga ke wilayah Sebatin dan meluas ke seluruh wilayah Lampung.
12. Tarian dari daerah Maluku
TARI CAKALELE
Sejarah Tarian Cakalele
Menurut beberapa sumber sejarah yang ada, Tari Cakalele ini dulunya berasal dari tradisi masyarakat Maluku Utara. Pada saat itu tarian ini dilakukan sebagai tarian perang para prajurit sebelum menuju medan perang maupun sepulang dari medan perang. Selain itu tarian ini juga menjadi sering dijadikan sebagai bagian dari upacara adat masyarkaat di sana.
Tari calale ini kemudian meluas ke daerah-daerah sekitar, karena pengaruh kerajaan pada saat itu. Tarian ini kemudian dikenal di daerah lain seperti di daerah Maluku Tengah dan sebagian wilayah Sulawesi, salah satunya di Sulawesi Utara. Di kalangan masyarakat Minahasa, Cakalele juga dikenal dan menjadi bagian dari tarian perang mereka, yaitu Tari Kabasaran.
Fungsi Dan Makna Tari Cakalele
Pada masa sekarang ini, Tari Cakalele tidak lagi difungsikan sebagi tarian perang, namun lebih sering ditampilkan untuk acara yang bersifat pertunjukan maupun perayaan adat. Bagi masyarakat di sana, Tari Cakalele dimaknai sebagai wujud apresiasi dan penghormatan masyarakat terhadap para leluhur atau nenek moyang mereka. Selain itu tarian ini juga menggambarkan jiwa masyarakat Maluku yang pemberani dan tangguh, hal tersebut bisa dilihat dari gerakan dan ekspresi para penari saat menarikan Tari Cakalele ini.
Pertunjukan Tari Cakalele
Tari Cakalele ini biasanya ditarikan secara berkelompok dan dibawakan oleh penari pria serta penari wanita sebagai penari pendukungnya. Dalam pertunjukannya penari pria menari menggunakan parang (pedang) dan salawaku (tameng) sebagai atribut menarinya. Sedangkan penari wanita biasanya menggunakan lenso (sapu tangan) sebagai atribut menarinya. Selain itu dalam Tari Cakalele ini, biasanya dipimpin oleh seorang penari yang berperan sebagai Kapitan (pemimpin tarian) dan seorang yang menggunakan tombak yang menjadi lawan tandingnya.
Dalam pertunjukan Tari Cakalele para penari menari dengan gerakannya yang khas mengikuti genderang musik pengiring. Gerakan para penari pria dan penari wanita dalam tarian ini sangat berbeda. Gerakan penari pria biasanya lebih didominasi oleh gerakan lincah para penari sambil tangan memainkan parang dan salawaku, serta gerakan kaki berjingkrak-jingkrak secara bergantian. Sedangkan gerakan para penari wanita didominasi oleh gerakan tangan yang diayunkan ke depan secara bergantian serta gerakan kaki yang dihentakan dengan cepat mengikuti iringan musik pengiring.
Pengiring Dalam Tari Cakalele
Dalam pertunjukan Tari Cakalele biasanya diiringi oleh iringan musik tradisional seperti tifa, gong, dan bia (kerang yang ditiup). Irama yang dimainkan dalam mengiringi tarian ini biasanya merupakan irama yang bertempo cepat layaknya genderang perang pada zaman dahulu, sehingga dapat memicu semangat para penari dan tak jarang membuat para penonton terbawa suasana tersebut. Gerakan para penari biasanya disesuaikan dengan musik pengiring ini. Karena kadang irama yang dimainkan bisa jadi kode saat berganti gerakan atau formasi para penari.
Kostum Tari Cakalele
Kostum yang digunakan dalam pertunjukan Tari Cakalele biasanya menggunakan kostum khusus. Para penari pria biasanya menggunakan pakaian perang yang didominasi warna merah dan kuning tua, serta dilengkapi dengan senjata seperti parang, salawaku, dan tombak. Untuk kostum kapitan biasanya menggunakan penutup kepala yang dihiasi dengan bulu-bulu ayam. Sedangkan untuk penari wanita biasanya menggunakan pakaian adat berwarna putih dan kain panjang pada bagian bawah. Serta menggengam lenso atau sapu tangan sebagai atribut menarinya.
Perkembangan Tari Cakalele
Dalam perkembangannya, Tari Cakalele hingga kini masih terus dilestarikan dan dikembangkan oleh masyarakat di sana. Berbagai kreasi dan variasi juga sering ditambahkan dalam pertunjukannya agar menarik, namun tidak menghilangkan ciri khas dan keaslian dari tarian tersebut. Tari Cakalele ini juga masih sering ditampilkan di berbagai acara seperti penyambutan tamu, perayaan adat, dan acara adat lainnya. Selain itu tarian ini juga sering ditampilkan di berbagai acara budaya seperti pertunjukan seni, festival budaya dan promosi pariwisata.
13. Tarian dari daerah Nusa Tenggara Barat (NTB)
TARI GENDRUNG
Gandrung Banyuwangi berasal dari kata Gandrung, yang berarti tergila-gila atau cinta habis-habisan. Tarian ini masih satu genre dengan tarian seperti Ketuk Tilu di Jawa Barat, Tayub di Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian barat, Lengger di Cilacap dan Banyumas dan Joged Bumbung di Bali, yakni melibatkan seorang wanita penari professional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan musik atau gamelan.
Tarian ini populer di wilayah Banyuwangi yang terletak di ujung timur Pulau Jawa, dan telah menjadi ciri khas dari wilayah tersebut, hingga tak salah jika Banyuwangi selalu diidentikkan dengan Gandrung, dan anda akan menjumpai patung penari Gandrung di berbagai sudut wilayah Banyuwangi, dan tak ayal lagi Banyuwangi sering dijuluki Kota Gandrung.
Tari Gandrung ini sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan, pethik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi lainnya baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya.
Asal-Usul Tari Gandrung
Menurut catatan sejarah, gandrung pertama kalinya ditarikan oleh para lelaki yang didandani seperti perempuan dan menurut laporan Scholte (1927) instrumen utama yang mengiringi tarian gandrung lanang ini adalah kendang. Namun demikian, gandrung laki-laki ini lambat laun lenyap dari Banyuwangi sekitar tahun 1890-an, yang dimungkinkan karena ajaran Islam melarang segala bentuk travesty atau berdandan seperti perempuan. Namun, tari gandrung laki-laki baru benar-benar lenyap pada tahun 1914, setelah kematian penari terakhirnya, yakni Marsan.
Sedangkan Gandrung wanita pertama yang dikenal dalam sejarah adalah gandrung Semi, seorang anak kecil yang waktu itu masih berusia sepuluh tahun pada tahun 1895. Menurut cerita yang dipercaya, waktu itu Semi menderita penyakit yang cukup parah. Segala cara sudah dilakukan hingga ke dukun, namun Semi tak juga kunjung sembuh. Sehingga ibu Semi (Mak Midhah) bernazar seperti “Kadhung sira waras, sun dhadekaken Seblang, kadhung sing yo sing” (Bila kamu sembuh, saya jadikan kamu Seblang, kalau tidak ya tidak jadi). Ternyata, akhirnya Semi sembuh dan dijadikan Seblang sekaligus memulai babak baru dengan ditarikannya Gandrung oleh wanita.
14. Tarian dari daerah Nusa Tenggara Timur (NTT)
TARI CACI
Tarian Caci merupakan suatu permainan adu ketangkasan antara dua orang laki-laki dalam mencambuk dan menangkis cambukan lawan secara bergantian. Tarian Caci terlihat begitu heroik dan indah karena merupakan kombinasi antara Lomes (keindahan gerak tubuh dan busana yang dipakai), Bokak (keindahan seni vokal saat bernyanyi) , dan Lime (ketangkasan dalam mencambuk atau menangkis cambukan lawan).
Pemain Caci juga dibekali kemampuan olah vokal untuk bernyani , dimana setelah menangkis cambukan lawan seorang pemain Caci secara spontan bernyanyi dan menyampaikan Paci .
Tari-caci_2 Paci merupakan ungkapan berisi nama samaran atau alias dari pemain Caci tersebut yang berisi ungkapan tentang keberadaan dirinya, siapa dia atau sosok yang dia dambahkan. Tujuan dari Paci yaitu untuk mempengaruhi lawan menantang lawan dan juga untuk memotivasi atau meggelorakan semangat dari dalam diri. Kostum yang dikenakan pemain Caci sangat atraktif dan melambangkan keunikan dan karakter budaya yang dimiliki oleh orang Manggarai seperti: “Panggal” (penutup kepala) berbentuk tanduk kerbau dan salah satu lambang yang ditempatkan pada bagian kerucut atap rumah adat Manggarai. Melambangkan “rang” (kharisma dan kekuatan) orang Manggarai. “Ndeki” (berbentuk kuncir kuda) terbuat dari rotan yang dipilin dengan bulu ekor kuda, di tempatkan pada bagian ping gang, melambang kan kejantanan dan keperkasaan.
Pesona dan daya pikat lelaki Manggarai, sebagaimana seekor kuda jantan yang mengangkat ekor untuk memikat daya tarik sang betina. Sarung songke yang diikat sepanjang lutut, melambangkan kesantunan dan sikap patuh orang Manggarai. Celana panjang putih melambangkan kepolosan, kemurahan dan ketulusan hati. Tubi Rapa dikenakan sebagai manik-manik yang di ikat pada bagian bawa dagu melambangkan kebesaran dan keagungan lelaki Manggarai. Nggorong (gemerincing) diikat pada bagian belakang pinggang.
Selendang leros dililit di pinggang dan dijuntai pada bagian depan sarung. Perlengkapan permainan Caci seperti Larik (Cambuk) terbuat dari kulit kerbau dan dipilin dengan anyaman rotan pada ujungnya, Nggiling (perisai) terbuat dari kulit kerbau untuk menangkis cambukan lawan, Agang (berbentuk busur) terbuat dari rotan atau dahan bambu dipakai untuk menangkis atau menahan gempuran lawan.
Permainan Caci dilakukan antara dua kelompok dari dua kampong yang berbeda. Kelompok tamu di sebut “Meka Landang” sedangkan tuan rumah disebut “Mori Beo”. Pada saat pemain Caci beradu di dalam arena, tuan rumah, pria dan wanita yang berada di luar arena melakukan Danding (bernyanyi lagu Mang ga ra i da l am bentuk lingkaran dengan gerakan berputar) disertai gerakan Sae oleh sepasang pria dan wanita di tengah lingkaran.
15. Tarian dari daerah Papua Barat dan Tengah
TARI SUANGGI
Tari Suanggi adalah tarian yang berasal dari Papua Barat. Tarian ini mengisahkan seorang suami ditinggal mati istrinya yang menjadi korban angi-angi (jejadian). Jika kita lihat dari filosofinya, tari suanggi adalah bentuk ekspresi masyarakat Papua Barat tentang kekentalan nuansa magis di daerah tersebut. Beberapa tarian di Papua, cenderung terkesan berawal dari gerakan ritual dan upacara keagamaan. Seperti halnya tari suanggi. Tarian semacam ini biasanya berawal dari ritual, seperti tari perang, tarian dukun untuk menyembuhkan atau mengusir penyakit. Karl Jaspers menyebut pengalaman-pengalaman yang bisa memunculkan krisis eksistensi ini sebagai situasi batas, dan di antaranya yang paling penting ialah pengalaman menghadapi peristiwa kematian.
Sejarah Tari Suanggi
Dalam kepercayaan magis masyarakat Papua Barat, Suanggi adalah roh jahat (kapes) karena belum ditebus dan belum mendapat kenyamanan di alam bakanya. Roh-roh ini biasanya merasuk pada tubuh wanita. Wanita yang meninggal saat melahirkan ditakutkan akan menjelma menjadi kapes fane. Sementara dalam kelompok masyarakat Aifat yang lebih ke utara, sering menyebutnya sebagai kapes mapo. Roh-roh ini sering merasuki perempuan yang masih hidup, yang kemudian secara magis mampu mencelakakan orang lain. Perempuan yang dirasuki roh ini selain disebut sebagai kapes mapo kadang disebut juga sebagai perempuan suanggi.
Perkembangan seni tari suanggi papua barat
Konon, roh-roh jahat ini dapat diperalat untuk mencelakakan orang lain yang tidak disenangi. Kadang mereka juga iri melihat orang yang makan sendiri di hutan. Kalau mereka melihat orang makan di sekitar tempat tinggal mereka dan membuang sisa-sisa makanan sembarangan, sisa-sisa makanan itu akan menjadi sarana bagi mereka untuk merasukinya, menyebabkan orang sakit, kurus dan akhirnya mati.
Bila telah jatuh kurban semacam ini, para tetua akan melakukan mawi untuk mencari tahu, siapa gerangan perempuan suanggi (kapes mapo) itu. Setelah berhasil diketahui, maka perempuan itu akan dibunuh, entah dipukuli ataupun dengan dipaksa minum akar tuba. Selanjutnya perutnya dibedah, untuk melihat keanehan-keanehan pada isi perutnya. Konon, bila benar perempuan itu adalah kapes mapo, empedunya ada dua. Bahkan hingga hari ini, kepercayaan terhadap Suanggi masih sangat kental.
Dari beberapa data hasil penelitian dan informasi di atas, kita bisa melihat betapa kental kepercayaan masyarakat Papua terhadap hal-hal magis. Kemudian dirangkum dan direkam dalam bentuk seni pertunjukan tari. Dipelihara, dijaga dan dilestarikan secara turun temurun demi keyakinan, dan keseimbangan kehidupan yang kemudian kita kenali sebagai sebuah identitas budaya.
16. Tarian dari daerah Riau
TARI TANDAK
Tari Tandak adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari daerah Riau dan Kepulauan Riau. Tarian ini tergolong tarian pergaulan yang biasanya ditampilkan oleh para penari pria dan penari wanita. Dengan berbusana tradisional melayu mereka menari dengan gerakannya yang khas dan diiringi oleh lagu dan alunan musik pengiring.
Tari Tandak ini merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di daerah Riau dan Kepulauan Riau. Tarian ini biasanya sering ditampilkan di berbagai acara, baik acara adat maupun acara budaya yang diselenggarakan di sana.
Sejarah Tari Tandak
Menurut sejarahnya, Tari Tandak sudah ada sejak zaman dahulu kala. Tarian ini awalnya merupakan suatu tradisi masyarakat yang dilakukan untuk mempertemukan para pemuda-pemudi dan menjadi media untuk saling mengenal serta bersilaturahmi. Sehingga tak jarang juga dari mereka yang mengikuti Tari Tandak ini bisa sekaligus mencari jodoh atau pasangan hidupnya.
Tari Tandak dulunya bahkan juga dilaksanakan secara rutin setiap tahunnya, terutama pada bulan juli-oktober dimana pada bulan tersebut para petani selesai panen. Acara tersebut biasanya ditampilkan pada malam hari dan dipimpin oleh Kepala Ngejang selaku pemimpin tari. Namun seiring dengan perkembangan zaman, tradisi tersebut mulai luntur. Dan untuk menjaga tarian tersebut agar tetap lestari, Tari Tandak kemudian dikembangkan menjadi tarian pertunjukan.
Fungsi Dan Makna Tari Tandak
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Tari Tandak lebih difungsikan sebagai media bertemu, bersilaturahmi serta saling mengenal oleh masyarakat terutama para pemuda dan pemudi. Selain itu tarian ini juga bisa menjadi suatu hiburan bagi masyarakat saat merayakan sesuatu. Bagi masyarakat di sana, Tari Tandak dimaknai sebagai ungkapan kegembiraan dan rasa sukur. Serta menggambarkan keakraban dan ikatan yang terjalin diantara mereka.
Pertunjukan Tari Tandak
Dalam pertunjukannya, Tari Tandak biasanya ditampilkan secara berpasangan oleh para penari pria dan wanita. Untuk jumlah para penari biasanya terdiri dari 4 pasang atau lebih penari pria dan wanita. Dengan berbusana khas melayu, penari menari dengan gerakannya yang khas sambil diiringi oleh lantunan syair atau lagu dan alunan musik pengiring.
Gerakan dalam Tari Tandak merupakan gerakan yang dinamis. Gerakan dalam tarian ini lebih didominasi oleh gerakan kaki dan tangan yang bergerak lincah. Selain itu dalam tarian ini juga terdapat beberapa gerakan seperti pencak silat, serta gerakan-gerakan gaya melayu sumatera yang khas. Apabila kita perhatikan lebih cermat, setiap gerakan dalam tarian ini memiliki makna khusus di dalamnya.
Pengiring Tari Tandak
Dalam pertunjukan Tari Tandak biasanya diiringi oleh alat musik tradisional seperti rebana, kordeon, dan beberapa alat musik tradisional Riau lainnya. Selain itu tarian ini juga diiringi oleh lantunan syair, pantun dan lagu yang berirama melayu. Untuk gerakan Tari Tandak biasanya disesuaikan irama lagu atau musik yang dimainkan.
Kostum Tari Tandak
Kostum yang digunakan para penari dalam pertunjukan Tari Tandak biasanya merupakan busana tradisional. Untuk busana penari pria biasanya menggunakan baju berlengan panjang dan celana panjang. Serta dilengkapi dengan kain yang dikenakan di pinggang, peci (penutup kepala), dan sarung yang digunakan untuk menari. Sedangkan untuk penari wanita biasanya menggunakan busana kebaya dan kain panjang pada bagian bawah. Selain itu penari wanita juga dilengkapi dengan aksesoris seperti hiasan kepala, gelang, kalung, dan pernak-pernik lainnya sebagai pemanis.
Perkembangan Tari Tandak
Dalam perkembangannya, Tari Tandak masih terus dilestarikan dan dikembangkan hingga sekarang. Berbagai kreasi dan variasi juga sering ditambahkan disetiap penampilannya agar terlihat menarik, namun tidak meninggalkan ciri khas dan keasliannya. Tari Tandak ini masih sering ditampilkan di berbagai acara seperti acara adat, penyambutan, perayaan dan acara daerah lainnya. Selain itu tarian ini juga sering ditampilkan di berbagai acara budaya seperti pertunjukan seni, festival budaya, serta promosi pariwisata.
17. Tarian dari daerah Sulawesi Selatan
TARI PAKARENA
Tari pakarena adalah jenis tarian tradisional yang menjadi tarian daerah provinsi sulawesi selatan. Tarian ini menjadi salah satu icon kebudayaan provinsi yang beribukotakan di Makassar tersebut.
Dalam pementasan nya tarian tradisional ini dimainkan oleh 4 penari dan diiringi dengan alat musik berupa gandrang dan puik-puik. Gandrang merupakan sebuah alat musik yang terbuat dari kepala drum sementara puik-puik merupakan alat musik tiup mirip dengan seruling.
Pada masa lalu jenis tari klasik ini dipertunjukkan sebagai salah satu media pemujaan kepada para dewa. Keindahan serta keunikan gerak tari pakarena ini kemudian lambat laun menggeser fungsi dari tarian ini sebagai media hiburan.
Menurut berbagai sumber sejarah tarian pakarena sudah dikenal oleh masyarakat Gowa Sulawesi Selatan pada masa kerajaan Gantarang. Dari gerakan dalam tarian yang dipentaskan oleh 4 penari wanita tersebut memiliki beberapa filosofi yang menceritakan mengenai kisah kehidupan.
Adapun kisah yang disampaikan melalui tarian tersebut merupakan kisah seorang manusia dengan penghuni langit. Dimana penghuni langit yang entah digambarkan sebagai dewa atau pun bidadari kayangan memberikan pelajaran kepada manusia tentang cara-cara bertahan hidup di muka bumi mulai dari cara mencari makanan di hutan hingga bercocok tanam di tanah.
Dari legenda tersebut kemudian tumbuh kepercayaan pada masyarakat Gowa bahwa gerakan-gerakan yang ditampilkan oleh para penari merupakan gerakan penuh makan sebagai ungkapan terimakasih pada para penghuni langit.
Seiring perkembangan jaman, tarian khas dari sulawesi selatan ini sangat diminati oleh masyarakat sekitar dan akhirnya membuat tarian kipas pakarena menjadi salah satu media hiburan yang menarik hati para penonton.
18. Tarian dari daerah Sumatra Selatan
TARI TANGGAI
Tari Tanggai termasuk salah satu tari tradisional asli Palembang tetapi telah berkembang hingga ke seluruh penjuru Sumatera Selatan. Pada zaman dulu, tari ini adalah tari persembahan masyarakat Buddha di Palembang kepada Dewa Siwa. Para penari membawa sesaji yang berisi bermacam-macam bunga dan buah-buahan. Karena tarian ini awalnya adalah tari persembahan untuk pengantar sesaji, tarian ini dulu termasuk tarian yang sakral dan tidak boleh ditarikan sembarangan.
Tanggai yang ada di Palembang memiliki banyak kesamaan dengan tarian yang ada di China. Ini disebabkan karena pada zaman dahulu di Sumatera Selatan ada sebuah kerajaan yang dibangunan oleh generasi Raja Syailendra yang memeluk agama Buddha. Secara tidak langsung, tarian Tanggai ini pun diajarkan karena tari ini berfungsi sebagai tari pemujaan dan persembahan dalam kepercayaan agama Buddha
Tari ini diberi nama Tanggai karena para penari yang mementaskan tarian ini semuanya menggunakan tanggai yang dipasang pada delapan jarinya kecuali jari jempol. Tanggai terbuat dari kuningan atau perak yang kemudian dipasangan pada ujung jaring tangan. Jadi, sebenarnya kekuatan dan keindahan tarian ini terletak pada tanggai atau kuku palsu yang dikenakan oleh para penarinya. Pada saat hari-hari besar atau saat acara-acara lain, tarian ini selalu ditampilkan setelah tamu kehormatan datang dalam acar tersebut. Setelah tamu duduk di tempat yang disediakan, tari ini akan dipentaskan sebelum acara dimulai. Pada dasarnya, tarian ini memiliki beberapa fungsi, yaitu
Sebagai Lambang/Simbol Kehormatan
Dalam tarian ini,ada seorang penari yang menjadi penari utama. Penari tersebut membawa tepak berisi sekapur sirih. Bagi masyarkaat Palembang jaman dulu, pemberian kapur sirih menjadi tanda hormat bagi tamu yang datang. Penari sekapur sirih terdiri dari dua macam yaitu penari sirih tidak jadi dan jadi.Siri jadi merupakan siri yang telah diramu sementara siri tak jadi merupakan siri yang akan diramu tamu itu sendiri.
Sebagai Hiburan
Tarian ini selalu dipentaskan setiap ada acara adat baik acara resmi maupun yang tidak resmi. Bagi para penari, tarian ini menawarkan kenikmatan tersendiri. Selain biasanya dipentaskan untuk acara-acara formal, tarian ini juga telah menjadi hiburan rakyat karena rakyat bisa melihat betapa indahnya gerakan-gerakan dan kepiawaian sang penari dalam menarikan tarian ini.
Sebagai Media Pendidikan
Selain menawarkan unsur hiburan, Tari Tanggai ini juga menawarkan unsur pendidikan. Jadi, dari tarian ini, orang-orang yang melihatnya akan mengetahui bagaimana keindahan kebudayaan di Palembang dan mempelajari bagaimana tarian ini. Musik pengiring tarian ini adalah musik yang menggabungkan sebuah instrumnn yang dikerjakan oleh komponis dalam menyajikan musik iringan untuk tarian ini.
19. Tarian Keraton Daerah Istimewa Yogyakarta / Surakarta
TARI BEDHAYA KETAWANG
Tari Bedhaya Ketawang adalah tarian kebesaran yang hanya di pertunjukan ketika penobatan serta peringatan kenaikan tahta raja di Kasunanan Surakarta. Tarian ini merupakan tarian sakral yang suci bagi masyarakat dan Kasunanan Surakarta. Nama Tari Bedhaya Ketawang diambil dari kata bedhaya yang berarti penari wanita di istana, dan ketawang yang berarti langit, yang identik sesuatu yang tinggi, kemuliaan dan keluhuran.
Menurut sejarahnya, tarian ini berawal ketika Sultan Agung memerintah kesultanan Mataram tahun 1613 – 1645. Pada suatu saat Sultan Agung melakukan ritual semedi lalu beliau mendengar suara senandung dari arah langit, Sultan agung pun terkesima dengan senandung tersebut. Lalu beliau memanggil para pengawalnya dan mengutarakan apa yang terjadi. Dari kejadian itulah Sultan Agung menciptakan tarian yang diberi nama bedhaya ketawang. Ada pula versi lain yang mengatakan bahwa dalam pertapaannya Panembahan Senapati bertemu dan memadu kasih dengan Ratu Kencanasari atau Kangjeng Ratu Kidul yang kemudian menjadi cikal bakal tarian ini.
Namun setelah perjanjian Giyanti pada tahun 1755, dilakukan pembagian harta warisan kesultanan mataram kepada Pakubuwana III dan Hamengkubuwana I. Selain pembagian wilayah, dalam perjanjian tersebut juga ada pembagian warisan budaya. Tari Bedhaya Ketawang akhirnya di berikan kepada kasunanan Surakarta dan dalam perkembangannya tarian ini tetap dipertunjukan pada saat penobatan dan upacara peringatan kenaikan tahta sunan Surakarta.
Tari Bedhaya Ketawang ini menggambarkan hubungan asmara Kangjeng Ratu Kidul dengan raja mataram. Semua itu diwujudkan dalam gerak tarinya. Kata – kata yang terkandung dalam tembang pengiring tarian ini menggambarkan curahan hati Kangjeng Ratu Kidul kepada sang raja. Tarian ini biasanya di mainkan oleh sembilan penari wanita. Menurut kepercayaan masyarakat, setiap pertunjukan Tari Bedhaya Ketawang ini dipercaya akan kehadiran kangjeng ratu kidul hadir dan ikut menari sebagai penari kesepuluh.
Sebagai tarian sakral, ada beberapa syarat yang harus di miliki setiap penarinya. Syarat yang paling utama yaitu para penari harus seorang gadis suci dan tidak sedang haid. Jika sedang haid maka penari harus meminta ijin kepada Kangjeng Ratu Kidul lebih dahulu dengan melakukan caos dhahar di panggung sanga buwana, keraton Surakarta. Hal ini di lakukan dengan berpuasa selama beberapa hari menjelang pertunjukan. Kesucian para penari sangat penting, karena konon katanya, saat latihan berlangsung, Kangjeng Ratu Kidul akan datang menghampiri para penari jika gerakannya masih salah.
Pada pertunjukannya, Tari Bedhaya Ketawang di iringi oleh iringan musik gending ketawang gedhe dengan nada pelog. Instrumen yang di gunakan diantaranya adalah kethuk, kenong, gong, kendhang dan kemanak. Dalam Tari Bedhaya Ketawang ini di bagi menjadi tiga babak (adegan). Di tengah tarian nada gendhing berganti menjadi slendro selama 2x. Setelah itu nada gending kembali lagi ke nada pelog hingga tarian berakhir.
Selain di iringi oleh musik gending, Tari Bedhaya Ketawang di iringi oleh tembang (lagu) yang menggambarkan curahan hati kangjeng ratu kidul kepada sang raja. Pada bagian pertama tarian diiringi dengan tembang Durma, kemudian di lanjutkan dengan Ratnamulya. Pada saat penari masuk kembali ke dalem ageng prabasuyasa, instrument musik di tambahkan dengan gambang, rebab, gender dan suling untuk menambah keselarasan suasana.
Dalam pertunjukannya, busana yang di gunakan penari dalam Tari Bedhaya Ketawang adalah busana yang di gunakan oleh para pengantin perempuan jawa, yaitu Dodot Agengatau biasa di sebut Basahan. Pada bagian rambut menggunakan Gelung Bokor Mengkurep, yaitu gelungan yang ukurannya lebih besar dari gelungan gaya Yogyakarta. Untuk aksesoris perhiasan yang di gunakan diantranya adalah centhung, garudha mungkur, sisir jeram saajar, cundhuk mentul, dan tiba dhadha (rangkaian bunga yang di kenakan pada gelungan, yang memanjang hingga dada bagian kanan).
Pada awalnya Tari Bedhaya Ketawang dipertunjukkan selama dua setengah jam. Tetapi sejak zaman Pakubuwana X diadakan pengurangan, hingga akhirnya menjadi berdurasi satu setengah jam. Tari Bedhaya Ketawang ini tidak di tampilkan setiap saat, karena sebagai salah satu prosesi upacara keraton. Tarian hanya di tampilkan pada saat penobatan dan peringatan kenaikan tahta raja di Kasunanan Surakarta. Karena sifatnya yang sakral, untuk menyaksikan tarian ini tentunya ada beberapa syarat yang harus di penuhi.
20. Tarian dari daerah Bangka Belitung
TARI CAMPAK
Tari Campak adalah tarian tradisional dari daerah kepulauan Bangka Belitung yang menggambarkan keceriaan dalam pergaulan remaja di sana. Tarian ini biasanya dibawakan oleh para penari pria dan wanita dengan ekspresi dan gerakan yang menggambarkan kegembiraan. Tarian campak ini biasanya dipentaskan dalam acara-acara seperti penyambutan tamu besar, pernikahan dan lain-lain.
Sejarah Tari Campak
Menurut sumber sejarah yang ada, Tari Campak ini awalnya berasal dari kepulauan Riau. Kemudian dibawa dan dikembangkan di Bangka Belitung oleh seorang bernama Nek Campak, sehingga tarian ini dikenal dan sering disebut Tari Campak. Pada jaman penjajahan bangsa portugis, tarian ini kemudian mengalami akulturasi budaya. Percampuran budaya ini sangat terlihat dari gerakan, kostumnya, dan musik pengiringnya yang memiliki kesan gaya Eropa. Walaupun begitu, budaya lokal juga masih melekat pada tarian ini, hal ini terlihat pada kostum penari pria, alunan pantun dan beberapa musik pengiringnya yang merupakan gaya Melayu.
Fungsi Tari Campak
Tari Campak ini biasanya dipentaskan pada waktu musim panen padi atau sepulang dari ume(kebun). Namun dalam perkembangannya tarian ini juga ditampilkan dalam pesta adat seperti penyambutan tamu besar dan acara pernikahan.
Pertunjukan Tari Campak
Tari Campak ini ditarikan oleh para penari pria dan wanita secara berpasangan. Dalam pertunjukannya para penari menari dengan gerakan yang lincah dan ekspresi penuh kegembiraan mengikuti alunan irama musik pengiring. Di sela-sela tariannya para penari pria dan penari wanita juga saling berbalas pantun yang menjadi ciri khas budaya Melayu. Dalam Tari Campak ini biasanya ada juga saat dimana para penari mengajak penonton untuk ikut menari, sehingga membuat pertunjukan Tari Campak ini semakin meriah.
Musik pengiring Tari Campak
Akulturasi budaya pada Tari Campak ini juga terlihat dari musik pengiringnya. Dalam pertunjukan Tari Campak ini diiringi oleh musik pengiring seperti gong dan gendang yang merupakan musik asli budaya lokal, serta akordion dan biola yang merupakan musik dari Eropa. Alat musik tersebut dimainkan secara harmonis dan selaras dengan gerakan para penarinya.
Kostum Tari Campak
Kostum yang digunakan oleh para penari Tari Campak ini juga merupakan perpaduan budaya Melayu dan budaya Eropa. Pada kostum penari wanita, penari menggunakan pakaian yang sangat kental akan gaya busana Eropa seperti gaun panjang dan sepatu hak tinggi. Sedangkan kostum penari pria sangat kental akan gaya busana Melayu seperti kemeja, celana panjang, peci, dan selendang.
Perkembangan Tari Campak
Dalam perkembangannya, Tari Campak ini telah menjadi salah satu icon kesenian tradisional dari Bangka Belitung. Selain itu, tarian yang dulunya hanya ditampilkan dalam acara tertentu ini, kini juga sering ditampilkan pada pesta-pesta rakyat seperti pernikahan, penyembutan tamu besar dan acara lainnya.
21. Tarian dari daerah Banten
TARI MERAK
Tari Merak adalah salah satu tari tradisional Indonesia yang berasal dari tanah Pasundan (Provinsi Jawa Barat). Tari merak dari Jawa Barat ini diciptakan oleh seorang tokoh seni Raden Tjetjep Somantri pada tahun 1950. Namun dalam perjalanan waktu dan sejarah Tari Merak ini mengalami beberapa kali revisi diantaranya Tari Merak yang telah dibuat ulang oleh Irawati Durban pada tahun 1965.
Tari merak diciptakan terinspirasi dari gerak dan keindahan warna burung merak. Akan tetapi jangan salah, bahwa keindahan gerak yang disimbolkan dalam tarian ini adalah merupakan gerakan merak jantan. Merak jantan akan menunjukan keindahan bulu dan ekornya untuk menarik perhatian burung merak betina sehingga mau menjadi pasangannya. Gerakan merak jantan inilah yang menjadi gerakan tari merak dari Jawa Barat.
Ciri khas tari Merak ini adalah pada pakaian tari yang dikenakan oleh para penari. Pada umumnya menggunakan selendang yang diikatkan pada bagian pinggan, apabila selendang tersebut dibentangkan maka akan terlihat keindahan warna dan corak ekor burung merak.
Tari merak ini biasanya dimainkan secara rampak (bersama-sama) sekitar 3 penari atau lebih yang masing-masing memiliki peran sebagai merak jantan dan merak betina.
Tari merak ini biasanya dimainkan pada upacara adat mapag panganten (menyambut mempelai pria) yang merupakan satu kesatuan tradisi perkawinan tradisional di Jawa Barat. Selain itu, tari merak juga sering ditampilkan untuk menyambut tamu. Tari merak ini sudah sangat terkenal baik di ranah nasional maupun internasional. Jadi, kita sebagai generasi muda Indonesia wajib tahu asal usul dan sejarah tari merak ini. Hingga warisan Bangsa yang demikian indah bisa lestari dan takkan lekang dan tergerus oleh modernisasi.
22. Tarian dari daerah Irian Jaya
TARI BELADA CENDRAWASIH
Awal terjadinya tari balada cendrawasih karena menceritakan tentang konflik antara 2 suku. Diceritakan tentang suami istri yang pergi ke hutan untuk mencari rezeki untuk hidup mereka. Sang suami tersebut bekerja mengolah tanah dan menanam. Kemudian datang seseorang dari suku lain ke dalam hutan tersebut. Lalu sang suami segera bergegas pulang, dan ternyata disaat sang suami ingin menemui istrinya untuk mengajak pulang, istrinya sudah tidak ada. Kemudian dia mencari dan meminta bantuan kepada orang-orang. Mereka pun siap apabila ada penyerangan dari pihak lawan.
Lalu perang terjadi. Saat terjadi perang datang sekelompok suku perempuan yang memperdamaikan kedua suku tersebut. Setelah itu diadakanlah pesta perdamaian yang sangat meriah. Dan tarian balada cendrawasih juga menceritakan tentang masyarakat papua yang berusaha untuk melestarikan burung cendrawasih. Tari ini dikembangkan karena mempunyai harapan agar masyarakat tetap menjaga dan melestarikan burung cendrawasih dari kepunahan.
Dalam tari balada cendrawasih terdapat 3 kelompok. Kelompok pertama ada 3 orang yang berperan sebagai pemburu. Kelompok kedua ada 13 orang, laki-laki dan perempuan yang berperan sebagai burung cendrawasih. Dan kelompok ketiga hanya terdiri dari pemusik saja. Cerita dalam tarian balada cendrawasih ada 13 burung cendrawasih betina yang sedang bermain gembira. Tiba-tiba datang seekor burung cendrawasih jantan yang berhasil menarik perhatian salah satu burung cendrawasih betina, lalu keduanya memadu kasih dan bahagia. Kemudian datanglah 3 pemburu yang melihat sepasang burung cendrawasih. Pemburu tersebut berhasil menembak burung cendrawasih jantan dengan anak panah. Disaat para pemburu ingin memanggil kembali burung cendrawasih, tak ada satupun burung cendrawasih yang muncul, merekapun akhirnya sadar bahwa perbuatan mereka membuat hilangnya burung cendrawasih.
23. Tarian dari daerah Sumatra Utara
TARI TOR TOR
Nama tor tor diyakini oleh para seniman berasal dari hentakan kaki para penari yang bersuara “tor” “tor” karena menghentakkan kakinya pada lantai rumah. Sebagaimana yang kita ketahui bersama rumah adat masyarakat Batak merupakan sebuah rumah dengan lantai dasar papan kayu.
Terlepas dari asal usul nama tor tor itu sendiri kemunculan gerak ritmis berirama ini telah dikenal oleh masyarakat Batak Toba sejak masa pra sejarah. Karena itu pula sebagian orang menyebut bahwa tarian tor tor merupakan sebuah tari purba.
Meskipun tidak ada yang tahu dengan pasti kapan dan siapa pencipta tarian ini namun para seniman sepakat bahwa tarian yang dikenal serta berkembang di daerah Batak Sumatera Utara ini pada awalnya menjadi sebuah ritual adat dalam berbagai macam acara seperti upacara kematian, kesembuha, dan lain sebagainya. Singkatnya, pada masa silam tarian dari daerah Batak Sumatera Utara ini menjadi sebuah ritual yang disajikan dalam gerakan.
Tarian yang menjadi sebuah ekspresi gerakan estetis serta artistik ini dapat dipertunjukan secara perorangan maupun kelompok dengan diiringi sebuah alat musik yang disebut dengan “gondang". Gondang merupakan salah satu alat musik tradisional yang dikenal oleh masyarakat Batak.
Pada masa kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia tari tor tor sedikit banyak juga mendapatkan pengaruh. Hal ini dapat dilihat dari makana yang terkandung dalam setiap gerakan tarian tersebut.
Dalam perkembangannya tarian yang identik dengan gerakan menolak bala dan menjunjung beringin ini secara signifikan menyebar ke seluruh wilayah Batak Sumatera Utara bahkan saat ini dikenal baik oleh masyarakarat Indonesia secara luas. Selain itu fungsi dari tarian sakral yang dulunya dilakukan sebagai upacara adat oleh orang-orang Batak ini perlahan bergeser mengarah sebagai hiburan baik dalam acara resmi pemeritahan, maupun acara-acara perkawainan.
24. Tarian dari daerah Sulawesi Utara
TARI POLO-POLO
Tari polo -" palo merupakan salah satu seni tari yang berasal dari Gorontalo, Sulawesi Utara. Tarian ini merupakan tarian pergaulan yang biasa dipentaskan oleh para remaja Gorontalo.
Pada perkembangannya, tari polo -" palo terbagi menjadi dua jenis, yaitu tari palo -" palo tradisional dan tari palo -" palo modern. Di mana kedua jenis ini memiliki perbedaan yang terlihat jelas.Misalnya jumlah penarinya. Tari polo -" palo tradisional biasanya dimainkan oleh penari tunggal yang diringi oleh musik yang dimainkan sendiri atau solo.
Sedangkan tari polo -" palo modern lebih sering ditampilkan secara berkelompok dengan iringan musik yang sudah diaransemen.Pada tari polo -" palo tradisional pemukul tidak hanya dimainkan dengan cara memukulkannya pada alat musik tetapi juga pada bagian anggota penari khususnya lutut dengan irama yang beraturan.
Sedangkan pada tari polo -" palo modern, pemukul hanya dipukulkan pada alat musiknya, tidak pada bagian tubuh.Namun tak dapat dipungkiri pada tari polo -" palo modern, para pemain musik lebih mengandalkan ritme musik yang lebih berkualitas. Hal inilah yang akhirnya menutut para pemain musik pada tari polo -" palo untuk lebih mengembangkan kemampuan bermusik mereka agar bisa menghasilkan musik yang indah.
Perbedaan dari kedua jenis tari polo -" palo juga terlihat dari bentuk alat musik polo -" palo yang menyerupai bentuk garpu tala. Dalam membuat alat musik tari polo -" palo tradisional tidak dilengkapi dengang proses penyetaman, sedangkan pada alat musik polo -" palo modern dilengkapi proses tersebut dengna cara meraut bagian lidah polo -" palo secara bertahap.
Pada polo -" palo modern biasanya tidak lagi ditambah lubang untuk membedakan warna bunyi. Tidak seperti alat musik untuk polo -" palo tradisional yang masih memakai lubang tersebut.
\
25. Tarian dari daerah Sulawesi Tenggara
TARI DINGGU
Tari Dinggu adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Sulawesi Tenggara. Tarian ini merupakan tarian rakyat yang menggambarkan suasana dan aktivitas masyarakat saat musim panen, terutama musim panen padi. Tari Dinggu biasanya ditampilkan oleh para penari pria maupun wanita dengan berpakaian layaknya para Petani pada zaman dahulu. Tarian ini sangat dikenal di masyarakat Tolaki di Sulawesi Tenggara dan sering ditampilkan di berbagai acara seperti pesta panen raya, penyambutan, perayaan hari besar, festival budaya dan lain-lain.
Sejarah Tari Dinggu
Menurut sejarahnya, tarian ini berawal dari kebiasaan masyarakat Tolaki saat panen raya, terutama masa panen padi. Mereka melakukan aktivitas panen tersebut secara bergotong-royong atau bersama-sama, mulai dari memetik padi, mengangkat padi, dan lain-lain. Setelah padi terkumpul semua maka diadakan Modinggu, yaitu semacam menumbuk padi secara masal yang dilakukan oleh para muda-mudi.
Setelah acara Modinggu selesai kemudian diakhiri dengan Lulo bersama sebagai hiburan serta melepas lelah. Selain itu Lulo juga dilakukan untuk mempererat kebersamaan mereka. Tradisi ini terus berlajut di kalangan masyarakat Tolaki, hingga akhirnya menjadi suatu tarian yang disebut dengan Tari Dinggu ini.
Makna Tari Dinggu
Seperti yang dikatakan sebelumnya, Tari Dinggu merupakan tarian yang menggambarkan aktivitas dan kebiasaan masyarakat Tolaki saat panen raya. Selain itu tarian ini juga menggambarkan semangat kebersamaan dan gotong royong masyarakat dalam melakukan sesuatu, salah satunya saat musim panen yang mereka lakukan secara bersama-sama. Hal ini menunjukkan bahwa semangat kebersamaan dan gotong-royong merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dengan masyarkat Tolaki di Sulawesi Tenggara.
Pertunjukan Tari Dinggu
Tari Dinggu merupakan tarian yang dibawakan oleh para penari pria maupun wanita. Jumlah penari Tari Dinggu ini biasanya terdiri dari 10 orang atau lebih penari pria dan wanita. Namun untuk jumlah penari ini biasanya disesuaikan dengan kelompok masing-masing. Dalam pertunjukannya, penari menggunakan kostum layaknya para Petani dan menari dengan membawa sejenis alu, tampah, dan semacam lesung yang digunakan sebagai properti menarinya.
Dalam pertunjukan Tari Dinggu biasanya terdapat beberapa babak yang menggambarkan aktivitas para Petani saat panen. Pada babak pertama biasanya diawali dengan babak yang menggambarkan para Petani membawa padi. Lalu dilanjutkan dengan menaruh padi yang akan ditumbuk. Kemudian dilanjutkan dengan babak tumbuk padi. Dan yang terakhir biasanya diakhiri dengan gerakan Lulo.
Gerakan penari pria dan penari wanita dalam Tari Dinggu ini pada dasarnya berbeda. Pada gerakan penari pria biasanya didominasi dengan gerakan memainkan alu dan gerakan yang dilakukan lebih lincah. Sedangkan pada gerakan penari wanita biasanya didominasi dengan gerakan yang pelan kecuali pada gerakan menumbuk padi dan melakukan Lulo. Karena dilakukan secara bersamaan antara penari pria dan wanita sehingga penari wanita harus mengimbangi gerakan penari pria.
Pengiring Tari Dinggu
Dalam pertunjukan Tari Dinggu biasanya diiringi oleh iringan musik tradisional seperti kendang dan gitar kecapi khas Sulawesi Tenggara. Irama yang dimainkan dalam mengiringi Tari Dinggu ini biasanya bertempo lambat, namun saat memasuki gerakan Lulo maka irama yang dimainkan bertempo cepat dan musik gitar kecapi diganti dengan gong.
Kostum Tari Dinggu
Untuk kostum yang digunakan para penari dalam pertunjukan Tari Dinggu biasanya menggunakan busana layaknya para Petani zaman dahulu. Para penari wanita biasanya menggunakan baju kebaya dan kain sarung khas Sulawesi Tenggara. Untuk aksesoris, penari wanita biasanya juga dilengkapi dengan aksesoris seperti hiasan rambut dan kalung khas. Selain itu penari wanita sebagian membawa tampah, dan sebagian lagi membawa satu alukecil yang digunakan untuk menari.
Sedangkan untuk penari pria biasanya menggunakan pakaian lengan panjang dan celana panjang. Selain itu penari pria juga dilengkapi dengan kain sarung yang dikenakan di pinggang dan kain selampang. Sedangkan sebagai penutup kepala biasanya menggunakan caping atau topi Petani. Penari juga membawa dua alu berukuran pendek yang digunakan untuk menari.
Perkembangan Tari Dinggu
Dalam perkembangannya, Tari Dinggu masih terus dilestarikan dan kembangkan oleh beberapa sanggar di sana. Berbagai kreasi dan variasi juga sering ditambahkan dalam setiap pertunjukannya agar terlihat menarik namun tidak menghilangkan ciri khasnya. Tari Dinggu kini juga sering ditampilkan di berbagai acara seperti acara penyambutan, pesta rakyat, pertunjukan seni, dan festival budaya.
26. Tarian dari daerah Sulawesi Tengah
TARI LUMENSE
Tarian Lumense adalah tarian yang berasal dari Tokotu'a, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Kata lumense sendiri berasal dari bahasa daerah setempat yakni lume yang berarti terbang dan mense yang berarti tinggi. Jadi, lumense bisa diartikan terbang tinggi. Tari lumense sendiri berasal dari kecamatan Kabaena.
Suku Moronene merupakan penduduk asli dari wilayah ini. Nenek moyang suku ini adalah bangsa melayu tua yang dating dari hindia belakang pada zaman pra sejarah. Secara geografis, kecamatan kabaena merupakan pulau terbesar setelah buton dan Muna di Sulawesi tenggara. Menurut sejarah, dahulu kecamatan kabaena berada di bawah kekuasaan kerajaan Buton sehingga hubungan kekerabatan antara Kabaena dan buton pun sangat erat. Hal ini juga mempengaruhi perkembangan kebudayaan di wilayah Kabaena termasuk tari Lumense.
27. Tarian dari daerah Papua Timur
TARI MUSYOH
Tari Musyoh adalah tari tradisional Papua yang merupakan tarian sakral suku adat yang ada di Papua yang bertujuan untuk menenangkan arwah suku adat papua yang meninggal karena kecelakaan. Suku adat Papua tersebut mempercayai bahwa apabila ada yang meninggal karena kecelakaan, maka arwahnya tidak tenang, sehingga dilakukanlah tarian skral ini (Tari Musyoh) untuk menenangkan arwah orang yang kecelakaan tersebut.
Tari tradisional Musyoh ini diiringi oleh alat musik tradisional Papua yaitu Tifa. Alat musik Tifa ini juga digunakan pada beberapa tarian dari Suku Adat Papua lainnya. Selain itu, tari Musyoh ini juga digunakan untuk tarian penyambutan tamu atau sebagai wujud ucapan tari selamat datang. Tari ini ditampilkan dengan gerakan ritmis dan dinamis sebagai cerminan kegembiraan hati masyarakat Suku Papua. Pertunjukan tari ini ditampilkan kelompok penari pria dengan busana adat Papua properti tameng dan juga tombak.
Gerakan tari Musyoh ini identik dengan gerakan lincah dan energik seperti gerakan tombak dan tameng dan juga kadang – kadang tarian dengan iringan nada dan juga teriakan yang khas dalam tari Musyoh.
28.TARIAN DAERAH LAMPUNG
TARI
MELINTING
Tari Melinting merupakan tarian tradisional dari peninggalan Ratu
Melinting yang berada di Labuhan Meringgai Lampung Timur. Tari Melinting sudah
mengalami perjalanan sejarah yang cukup lama, yaitu sejak masuknnya islam ke
Indonesia. Sebagai sebuah kesenian daerah, Tari Melinting memiliki corak dan
ragam berbagai variasi yang merupakan kekayaan bangsa yang tak ternilai
harganya. Oleh karenanya kesenian ini perlu mendapatkan perhatian secara
terus-menerus, teratur, dan terarah sesuai dengan perkembangan sehingga dapat
memperkaya kebuyaan indonesia.
Tari
Melinting adalah Tari Tradisional dari kerabat suku Lampung yang beradat
Melinting diciptakan Ratu Melinting II pada abad XVI yang bergelar Pangeran
Penembahan Mas. Pada abad ke-16 yaitu pada silsilah ke-2 keratuan Melinting
Pangeran Penembahan Mas, pengaruh isalm mulai mendominasi tata cara Tari
Melinting. Sejak disempurnakan tahun 1958, Tari Melinting dinamakan Tari
Melinting Gaya Baru perkembangan yang terjadi sekarang merupakan perubahan yang
agak jauh dari bentuk aslinya, baik gerak, busana, maupun aksesorisnya.
Tari
Melinting merupakan salah satu kesenian tari yang menggambarkan Keperkasaan dan
Keagungan Keratuan Melinting. Tari Melinting merupakan Tari Adat Tradisional
Keagungan Keratuan Melinting yang diciptakan oleh Ratu Melinting ini merupakan
tari tradisional lepas untuk hiburan lepas untuk hiburan pelengkap pada acara
Gawi Adat. Tari Melinting sebelum mengalami perkembangan penyempurnaan(tahun
1958), adalah mutlak sebagai tarian keluarga Ratu Melinting yang pementasanya
hanya pada saat Gawi Adat/Keagungan Keratuan Melinting saja. Penarinya hanya
sebatas putera dan puteri Ratu Melinting dan di pentaskan di Sesat/Balai Adat.
Seiring
dengan perkembangan zaman Tari Melinting mengalami pergeseran fungsi, yaitu
merupakan tarian hiburan lepas sebagai tari penyambutan tamu Agung yang datang
ke daerah Lampung. Selain itu fungsi fungsi Tari Melinting adalah sebagai
pergaulan yang merupakan ungkapan rasa kegembiraan pasangan muda-mudi,
penampilanya di dominasi oleh gerak yang dinamis dari penari pria, sedangkan
penari wanitanya lebih halus sesuai dengan sifat kewanitaanya.
29.TARIAN DAERAH BANTEN
TARI RAMPAK BEDUG
Sejarah Tari Rampak Bedug
Tahun 1950-an merupakan awal
mula diadakannya pentas rampak bedug. Pada waktu itu, di Kecamatan Pandeglang
pada khususnya, sudah diadakan pertandingan antar kampung. Sampai tahun 1960
rampak bedug masih merupakan hiburan rakyat, persis ngabedug. Awalnya rampak
bedug berdiri di Kecamatan Pandeglang. Kemudian seni ini menyebar ke
daerah-daerah sekitarnya hingga ke Kabupaten Serang.
Kemudian antara tahun 1960-1970
Haji Ilen menciptakan suatu tarian kreatif dalam seni rampak bedug. Rampak
bedug yang berkembang saat ini dapat dikatakan sebagai hasil kreasi Haji Ilen.
Rampak bedug kemudian dikembangkan oleh berempat yaitu : Haji Ilen, Burhata,
Juju, dan Rahmat. Dengan demikian Haji Ilen beserta ketiga bersahabat itulah
yang dapat dikatakan sebagai tokoh seni Rampak bedug. Dari mereka berempat
itulah seni rampak bedug menyebar. Hingga akhir tahun 2002 ini sudah banyak
kelompok-kelompok pemain rampak bedug.
29.TARIAN DAERAH SULAWESI TENGGARA
TARI LULU ALU
Tari Lulo Alu yang merupakan tarian khas masyarakat Kabaena. Tarian ini dibawakan 12 penari yang dibagi atas dua peranan. Delapan penari putra memegang alu (Penumbu Padi) yang menggambarkan pria yang menumbuh padi dan empat orang penari perempuan memagang nyiru sebagai alat penapis beras, ditambah sapu tangan yang menggambarkan proses penapisan.
Tari tersebut memiliki kaitan erat dengan Kesultanan Buton. Katanya, pada zaman dahulu Kabaena merupakan bagian dari Kesultanan Buton dan penghasil beras sebagai pilar penguat Kesultanan Buton yang jaya pada masanya. Oleh karena daerah tersebut merupakan penghasil beras yang sangat signifikan maka putra Kabaena berinisiatif menciptakan tari tersebut sebagai tarian yang melambangkan kesukuran kepada tuhan yang maha esa atas melimpahnya rezki dari hasil panen.
Dilihat dari gerakan yang dilakukan penari, tari lulo alu sesungguhnya simbolisasi kepemimpinan. Pasalnya, gerakan yang digunakan sangat energik yang berarti untuk mencapai hasil yang maksimal diperlukan energi yang tinggi. Pakaian yang digunakan dalam tari tersebut merupakan ciri khas Kabaena yang memiliki kaitan erat dengan pakaian adat Buton. Misalnya dasar pakaian yang berwarna hitam ditambah warna kekuning-kuningan dan kemerah-kemerahan.
Kabaena memang memiliki kaitan erat dengan Pulau Buton. Bahkan daerah ini memang sulit terpisahkan dengan Buton.
30.TARIAN DAERAH JAWA BARAT
TARI JAIPONG
Tari jaipong adalah tarian tradisional yang berasal dari Bandung Jawa Barat. Menurut catatan sejarah kebudayaan Indonesia tarian ini diciptakan oleh seorang seniman berdarah Sunda yakni Gugum Gumbira. Namun dari sumber lain disebutkan bahwa pencipta gerakan dalam tarian jaipongan adalah H Suanda dan Gugum Gumbira hanyalah salah satu tokoh yang mengenalkan tarian ini kepada masyarakat Bandung.
Sejarah Tari Jaipong
Pada era 90-an jenis tarian ini kerap mewarnai beberapa film layar lebar di Indonesia yang tergambar sebagai salah satu hiburan terkenal pada waktu itu.
Adalah Haji Suanda, seorang seniman kelas kakap dari Karawang melahirkan kesenian gerak tari dari hasil kreasinya. Sebagai seorang seniman sejati beliau memiliki talenta yang sangat besar sehingga tak heran jika Haji Suanda mampu menguasai berbagai jenis kesenian dari beberapa daerah sekaligus terlebih dari daerah Karawang Sendiri seperti ketuk tilu, wayang golek, topeng banjet, hingga gerakan bela diri yang dikenal dengan sebutan pencak silat.
Tari jaipong berawal pada tahun 1976 ketika Haji Suanda berinovasi dengan menggabungkan ketrampilan khususnya dalam dunia seni pertunjukan yang beliau kuasai menjadi satu pertunjukan yang unik. Dari sinilah kemudian tercipta satu kesenian baru yang unik dan menarik bagi seluruh penonton pertunjukan namun pada waktu itu belum disebut dengan tari jaipong.
Musik pengiring dalam pertunjukan rupanya juga diambil dari berbagai macam alat musik tradisional seperti gendang, gong, alat musik ketuk, dan lain sebagainya. Adapun vokal yang menyertainya biasanya dilakukan oleh seorang perempuan yang biasa disebut dengan nama “sinden”.
Ketertarikan masyarakat terhadap salah satu seni garapan Haji Suanda membuat jenis tarian ini kerap menjadi hiburan fenomenal saat itu. Tak heran jika para seniman dari berbagai daerah sangat antusias untuk mempelajari gerakan tari yang terdapat pada kesenian garapan Haji Suanda.
Salah satu seniman yang gentol belajar gerakan tari kreasi dari Suanda yakni Gugum Gumbira. Setelah menguasainya beliau mengemas ulang gerakan-gerakan yang terdapat dalam tarian tersebut dan kemudian mulai memperkenalkan tari jaipong pada masyarakat Bandung.
Sebagai seorang seniman ternama Gugum Gumbira memang sangat tertarik dengan tari ketuk tilu yang kala itu cukup digemari oleh para seniman nasional. Terinspirasi dari hal tersebut kemudian Gugum Gumbira memperkenalkan gerakan jaipongan sebagai gaya tarian baru ditengah melunturnya ketertarikan masyarakat terhadap gerakan tari lain yang sepertinya monoton saja.
Pada perkembangan selanjutnya, tepatnya pada akhir tahun 1979 tarian ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan baik dari segi pementasan nya, properti yang digunakan, maupun para seniman yang menguasai gerakan tarian ini.
Tak heran jika tari ini kemudian dikenal luas hampir di seluruh wilayah Jawa Barat seperti Sukabumi, Cianjur, hingga ke Bogor.
Komentar
Posting Komentar